Sabtu, 25 Januari 2014

Resensi Buku "Negeri 5 Menara"


Judul buku                  : Negeri  5 Menara
Pengarang                   : A. Fuadi
Penerbit                       : PT Gramedia Pusat Utama
Kota tempat terbit       : Jakarta
Tahun terbit                 : 2009
Tebal                           : xiii +  423 halaman
Harga                          : Rp 50.000,00

I.          Pendahuluan

Novel ini bercerita tentang Alif Fikri yang berasal dari Maninjau, Bukittinggi, adalah seorang anak desa yang sangat pintar. Ia dan teman baiknya, Randai, memiliki mimpi yang sama: masuk ke SMA dan melanjutkan studi di ITB, universitas bergengsi itu. Selama ini mereka bersekolah di madrasah atau sekolah agama Islam. Mereka merasa sudah cukup menerima ajaran Islam dan ingin menikmati masa remaja mereka seperti anak-anak remaja lainnya di SMA. Alif mendapat nilai tertinggi di sekolahnya yang membuatnya merasa akan lebih terbuka kesempatan untuk Amak (Ibu) memperbolehkannya masuk sekolah biasa, bukan madrasah lagi. Namun Amak menghapus mimpinya masuk SMA. “Beberapa orang tua menyekolahkan anaknya ke sekolah agama karena tidak cukup uang untuk masuk ke SMP atau SMA. Lebih banyak lagi yang memasukkan anaknya ke sekolah agama karena nilainya tidak cukup. Bagaimana kualitas para buya, ustad, dan dai tamatan madrasah kita nanti? Bagaimana nasib Islam nanti? Waang punya potensi yang tinggi. Amak berharap Waang menjadi pemimpin agama yang mampu membina umatnya, ” kata Amak yang membuat harapan anaknya masuk SMA pupus.
Pondok  Madani, pesantren  modern yang akhirnya menampung Alif di dalamnya. Suka, duka, persahabatan, dan pengajaran-pengajaran PM yang sederhana namun mengena. PM berbeda dengan sekolah agama lainnya karena di sini para murid dilatih untuk menjadi intelektual dan mampu menganalisa berbagai ilmu dari sudut pandang Islam. Sehari-harinya mereka wajib menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris. Jika melanggar, tidak mungkin tidak terlepas dari hukuman. PM sangat ketat dengan pengawasan dan kedisiplinannya.
Biarpun masuk karena terpaksa, namun Alif mulai menyukai kehidupan di pondok. Terlebih lagi, ia sangat menikmati hidup persahabatannya dengan Sahibul Menara – sebuah sebutan penghuni PM terhadap Alif dan 5 teman lainnya – yang selalu berkumpul di bawah menara tertinggi di Pondok Madani. Mereka adalah Said, Baso, Raja, dan Atang. Persahabatan lekat yang dijalin bersama sangat cukup menjadi penghiburan bagi Alif. Tapi di satu sisi ada kegelisahan mengetahui teman baiknya – Randai – sudah masuk SMA terbaik yang pernah mereka idamkan bersama, sudah melewati masa SMA dengan penuh tawa, dan dengan bahagia berhasil merebut impian mereka tertinggi: masuk universitas di ITB. Pertanyaan “jadi apa aku nanti?” terus terngiang dalam kepalanya mengingat ijazah PM tidak diakui walaupun sangat diakui di luar negeri.
II.       Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini sangat menarik. Ringan, deskriptif, dan mengalir serta mampu memperkaya kosakata dan wawasan berbagai macam bahasa daerah. Di dalam novel ini terdapat bahasa daerah Maninjau, Medan, Sunda, dan Arab.
Kelebihan Buku
·         Novel Negeri 5 Menara ini sangat menarik, mengharukan, dan sangat inspiratif.
·         Banyak nilai-nilai keislaman yang terkandung dalam novel ini.
·         Pondok Madani tidak hanya sebuah sekolah agama (yang biasanya menjadi pilihan terakhir orang atau sebagai bengkel akhlak orang yang telah rusak), namun juga menjadi miniatur kehidupan nyata.
·         Memberikan perspektif baru terhadap dunia pesantren berupa penjelasan bahwa sekolah di pesantren itu tidak hanya diperuntukkan kepada anak-anak yang bermasalah. Tetapi untuk semua kalangan yang ingin belajar, baik dalam ilmu agama ataupun non agama.
·         Memberikan semangat untuk meraih impian, dengan cara setiap hari menyerukan kalimat Man Jadda Wajadda (jika siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil).
·         Memberikan keyakinan untuk mewujudkan impianDari membaca novel ini, kita bisa dapat mengambil kesimpulan: bahwa setinggi apapun impian kita dan cita-cita kita, bisa diraih dengan kerja keras (usaha), disiplin tinggi, dan doa.

Kekurangan Buku
·         Cerita tentang kenangan masa lalu yang seharusnya tidak perlu diceritakan karena tidak penting dan tidak ada kaitan dengan inti cerita.
·         Beberapa bacaan tentang Bahasa Arab tidak diterjemahkan.
·         Beberapa bacaan menggunakan bahasa yang sedikit sulit untuk dipahami.
·         Novel Negeri 5 Menara ini, alur ceritanya cepat berubah.

III.    Kesimpulan dan Saran

a.      Kesimpulan
Novel ini dapat menjadi satu pengharapan bagi Indonesia, setidaknya masih ada pemuda di luar sana yang rela memberikan dirinya dipakai masa depan. Bukan menempatkan masa depan di tangan sendiri untuk ia tentukan. Merupakan satu penghiburan bahwa masih ada orang-orang yang sungguh-sungguh rela belajar dan mengasah diri untuk dapat memberikan sumbangsih pada dunia, terutama pada tanah airnya sendiri. Namun novel ini juga dapat menjadi kisah yang mengiris hati karena menyadarkan kita bahwa hampir tidak ada generasi muda yang seperti itu, bahkan mungkin.. Termasuk kita sendiri?
b.      Saran
·         Cerita yang tidak perlu, sebaiknya tidak dibahas.
·         Istilah Bahasa Arab dijelaskan lebih lengkap sehingga pembaca tidak bingung.
·         Bahasa yang sulit dipahami agar disederhanakan kembali.

·         Alur cerita lebih konsisten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telahmemberikan waktu dan komentarnya